Mencari Kerja di Australia dari Indonesia

Pada waktu itu, saya baru pulang ke tanah air setelah tinggal hampir 4 tahun di London, Inggris. Baru beberapa hari tinggal di Jakarta sudah membuat saya menyadari bahwa saya tidak akan betah kembali tinggal di sini, padahal saya lahir dan tumbuh di kota ini. Saya bertekad untuk mencari pekerjaan di luar Jakarta, pilihan saya adalah Bali, Singapore, Australia, dan New Zealand.

Recruiter / Headhunter

Di Inggris, untuk bidang saya (media, advertising, marketing, dll), cara paling mudah untuk mencari pekerjaan adalah melalui recruiter / headhunter. Merekalah yang lebih tahu tentang pasar, perusahaan mana yang membuka lowongan, perusahaan mana yang mau mensponsori pekerja untuk visa, perusahaan mana yang berkembang, dan orang seperti apa yang dicari perusahaan-perusahaan itu. Bidang recruiter di sana sangatlah spesifik. Misalnya untuk bidang saya, contoh title pekerjaan mereka adalah “Digital Media Recruiter”.

Bukalah account Linkedin

Cara termudah untuk menghubungi recruiter-recruiter tersebut adalah melalui website jaringan sosial Linkedin. Saya sarankan anda untuk membuatnya.

Setelah liburan tahun baru selesai, mulailah saya mengontak semua recruiter digital media yang berlokasi di Singapore, Australia, dan New Zealand. Di Indonesia masih jarang. Kira-kira total saya menghubungi 100 orang.

Bali

Saya menemukan sebuah lowongan di JobsDB.com, untuk sebuah agency web marketing / design / development di sana. Saya sempat di-wawancara oleh pemiliknya, seorang warga negara Amerika, via telfon. Perusahaan ini sungguh menyenangkan, tawaran gaji lumayan, dan saya rencananya akan diterbangkan ke sana untuk bertemu tim mereka sebelum mereka mengambil keputusan.

Namun sayangnya saya sudah mendapatkan sebuah tawaran kerja lain, sehingga saya harus mengundurkan diri dari perusahaan ini. Sayang sekali saya tidak sempat “liburan” ke Bali gratis hehe.

Singapore

Feedback recruiter-recruiter di Singapore sangatlah positif. Ada sekitar 4 orang yang tertarik untuk merepresentasikan saya ke perusahaan-perusahaan digital media di sana. Menurut mereka, CV saya untuk level Singapore cukup mengesankan. Namun sistem di Singapore berbeda dengan London. Di London, tak ada masalah jika 1 orang diwakili beberapa recruiter, karena pasarnya besar. Di Singapore, lebih menguntungkan jika hanya diwakili oleh 1 recruiter.

Adalah seorang recruiter yang ingin mengikat saya secara eksklusif, dan saya setuju, karena perusahaan recruiter ini mempunyai client-client bernama besar di bidang advertising. Saya mengikuti cara mainnya dan mengakhiri kerja sama dengan recruiter lain. Dalam hitungan hari saja, saya sudah mendapatkan wawancara dengan dua perusahaan ternama.

Saya bilang kepada mereka, jika ada lebih dari 2 perusahaan di Singapore yang ingin mewawancarai saya, maka saya tidak keberatan untuk terbang ke Singapore demi wawancara. Namun jika hanya 2, kita lakukan saja lewat telfon atau Skype.

Dengan salah satu perusahaan tersebut, saya mencapai 3 kali interview dan melakukan satu tugas / project. Namun akhirnya saya mengundurkan diri karena sudah mendapatkan tawaran kerja lain.

New Zealand

Feedback dari New Zealand tidaklah bagus. Jikapun mereka membalas pesan saya, paling-paling hanya memberi tahu bahwa belum ada perusahaan yang mau mensponsori pekerja dari luar negeri.

Australia

Cukup banyak recruiter dan perusahaan yang tertarik dengan CV saya, terutama dengan pengalaman kerja 2 tahun saya di London. Untuk bidang digital media, Amerika dan Inggris memang sudah jauh di depan. Australia, Singapore, dan negara Eropa lainnya agak tertinggal di belakang.

Para recruiter dan perusahaan, menganjurkan saya untuk apply “working holiday visa”, yaitu visa untuk liburan sekaligus bekerja. Dengan visa ini, orang boleh bekerja fulltime selama 1 tahun, dengan maksimal 6 bulan di perusahaan yang sama. Menurut mereka, umumnya orang-orang luar Australia datang dan bekerja dengan visa ini, sambil mengurusi visa kerja di-sponsori oleh perusahaan.

Namun sayangnya, sebagai warga negara Indonesia, jarang sekali ada negara-negara yang mempunyai kerja sama untuk visa semacam ini. Kebetulan Australia mempunyai perjanjian dengan Indonesia menyangkut visa ini, namun jumlahnya dibatasi. Baik Indonesia maupun Australia, hanya mengeluarkan 100 buah work and holiday visa dalam 1 tahun. Tahun imigrasi Australia dimulai dari bulan Juli, dan terakhir saya cek ke imigrasi, visanya sudah mencapai limit 100.

Dengan tidak adanya kesempatan untuk saya apply visa ini, kebanyakan recruiter dan perusahaan tidak lagi berminat. Namun kebetulan ada 1 recruiter yang tetap berniat merepresentasikan saya ke sebuah perusahaan besar, yang menurutnya, memang selalu mencari pekerja yang mempunyai pengalaman di Amerika atau Inggris. Ironisnya, recruiter ini adalah orang pertama yang saya kontak di Australia. Puluhan pesan lainnya yang saya kirim, sungguhlah tidak berguna.

Setelah 3 kali wawancara (melalui telfon dan skype), 1 tugas / project mengerjakan audit website salah satu client mereka, dan saya harus mempresentasikan project ini kepada tim mereka (melalui webex, sebuah aplikasi web conference), akhirnya saya mendapatkan tawaran kerja dari mereka pada akhir Januari / awal Februari. Mulailah kami mengurus visa kerja Australia – Sponsor 457.

Comments are closed.